Wednesday, July 15, 2009

KOMUNIKASI THERAPEUTIK PADA KLIEN GANGGUAN JIWA

Komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa

Penulis:

SUDIRYO
NPM 220111080041
FIK UNPAD KELAS KUWAIT
( Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjadjaran Bandung
Kelas Kuwait )
sudiryo_suwarno@yahoo.com

Dosen :
iyuskasep_07@yahoo.com



LATAR BELAKANG

Pada pengujung 2008, kita dikejutkan oleh hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan 2007 yang menyebutkan bahwa prevalensi warga Jawa Barat mengalami gangguan mental emosional tertinggi se-Indonesia dengan kisaran 20 persen. Artinya, satu dari lima orang dewasa mengalami gangguan jiwa. Bahkan penelitian terakhir membuat kesimpulan bahwa 37 persen warga Jabar mengalami gangguan jiwa dari tingkat rendah sampai tinggi.

Tidak berhenti di situ. Sebelumnya, sebuah harian Kompas pernah menampilkan data dan investigasi yang cukup membuat bulu kuduk berdiri. Kompas Jabar memberitakan fenomena kenaikan jumlah pasien rumah sakit jiwa di Kota Bandung. Pada 2004 baru ada 13.908 orang dan pada 2005 meningkat menjadi 16.923 orang. Bila dihitung dari tahun 2002, ada penambahan 44,22 persen sehingga rata-rata setiap tahun ada pertambahan sekitar 1.126 pasien. Masalah kejiwaan memang sudah pada tingkat yang sangat memprihatinkan.

Berbagai upaya pelayanan kesehatan mental telah dilakukan oleh pemerintah daerah/dinas kesehatan melalui peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Sayang, untuk mengatasi masalah kesehatan mental ini, salah satu kendala klasik yang sering muncul adalah terbatasnya sumber tenaga medis spesialis jiwa. Secara kuantitas jumlah tenaga medis spesialis jiwa ini jauh dari mencukupi.

Di sisi lain prinsip dasar komunikasi kesehatan yang sering kali terabaikan oleh tenaga medis spesialis jiwa adalah pentingnya komunikasi terapeutik mereka dengan pasien. Sementara itu, ada juga anggapan pada sebagian tenaga medis bahwa mereka tidak membutuhkan keahlian lain kecuali mendiagnosis penyakit dan melakukan tindakan medis untuk menyembuhkan penyakit. Berdasarkan pengamatan, komunikasi tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien umumnya bersifat formal dan terbatas, sedangkan pasien yang akan berkonsultasi umumnya cukup banyak. Padahal, komunikasi terapeutik tenaga medis spesialis jiwa yang lebih baik berkontribusi signifikan terhadap kesehatan pasien.

Peran tenaga medis

Agar proses pelayanan kesehatan jiwa terhadap pasien berlangsung efektif, tenaga medis spesialis jiwa sebenarnya harus terampil berkomunikasi terapeutik dengan pasien. Pelayanan kesehatan tidak hanya berorientasi teknik pengobatan, tetapi juga komunikasi. Pelayanan yang berorientasi pada komunikasi sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan atau dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harapan sembuh.

Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal (antarpribadi) yang profesional mengarah pada tujuan kesembuhan pasien dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara tenaga medis spesialis jiwa dan pasien. Kegunaan komunikasi terapeutik adalah mendorong dan menganjurkan kerja sama melalui hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien. Kualitas hubungan ini akan memberikan dampak terapeutik yang mempercepat proses kesembuhan pasien. Komunikasi interpersonal terapeutik memiliki lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan untuk menciptakan interaksi efektif, bermakna, dan memuaskan.

Pertama, Keterbukaan. Agar komunikasi interpersonal antara tenaga medis spesialis jiwa dan pasien melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatisme harus digantikan dengan sikap terbuka. Sikap terbuka tenaga medis spesialis jiwa mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.

Kedua, Empati. Dalam empati, tenaga medis spesialis jiwa ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman pasien. Berempati berarti membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa pasien. Dengan empati tenaga medis spesialis jiwa berusaha melihat seperti pasien melihat dan merasakan seperti pasien merasakannya. Empati dan kepedulian mereka terhadap pasien ternyata mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesehatan pasien secara umum.

Ketiga, Sikap mendukung. Sikap mendukung adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatik. Tenaga medis spesialis jiwa seyogianya menempatkan pasien bukan sekadar obyek, melainkan juga subyek yang punya latar belakang sosial budaya, nilai, harapan, perasaan, keinginan, dan kekhawatiran serta mendambakan kebahagiaan.

Keempat, Sikap positif. Sikap ini melihat orang lain sebagai manusia, individu yang patut dihargai. Menerima tidak berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat perilakunya. Tenaga medis spesialis jiwa menyampaikan semua informasi yang diperlukan mengenai manfaat dan risiko pengobatan. Sementara itu, pasien sendiri yang mempertimbangkan dan memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya.

Kelima, Kesetaraan. Dalam sikap kesetaraan, tenaga medis tidak mempertegas perbedaan. Status boleh jadi berbeda, tetapi komunikasi tenaga medis dengan pasien tidak vertikal. Tenaga medis tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama. Dengan kesetaraan, tenaga medis mengomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan. Hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien harus dianggap sebagai hubungan antara mitra medis yang saling membutuhkan untuk memerangi keadaan sakit pasien.



PENGERTIAN


PENGERTIAN GANGGUAN JIWA

Gangguan jiwa adalah kelainan perilaku yang terjadi akibat ketidak mampuan manusia menghadapi kondisi stress.

AKIBAT GANGGUAN JIWA

1. Tidak mampu mengurus diri sendiri.
2. Tidak mampu sosialisasi/bergaul.
3. Tidak mampu melakukan pekerjaan sehari-hari.
4. Tidak mampu mengatasi masalah yang dialami.
5. Tidak mampu memutuskan yang baik dan buruk.

Pendapat yang menyatakan penyakit jiwa itu identik dengan gila adalah mindset yang keliru turun menurun di masyarakat. Akibatnya masyarakat acapkali memandang sebelah mata para dokter spesialis jiwa karena menurut mereka kaum dokter ini adalah mereka yang kurang kerjaan karena menangani orang yang tidak waras otaknya.

Yang termasuk penyakit jiwa itu sangat banyak, menurut buku pegangan untuk diagnosa bagi dokter spesialis jiwa Indonesia yaitu Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ), penyakit jiwa dibagi dalam 10 kelompok besar yang masing-masing kelompok terdiri atas begitu banyak jenis gangguan jiwa.

Jadi tidak heran jika penyakit seperti berikut termasuk diurusi spesialis jiwa : dementia (pikun patologis),skizofrenia dan variannya (istilah kasarnya = orang gila), depresi, manik, narkoba dan alkoholisme, kecemasan, anorexia nervosa – bulimia, autisme, gangguan kepribadian,penyimpangan seksual dll.

Jadi ilmu kejiwaan itu meliputi hal-hal yang umum di masyarakat seperti permasalahan bunuh diri, hobi melakukan tindak kriminal, masalah stress berat karena ditinggal pacar atau karena kematian orang disayang, permasalahan anak yang hiperaktif dan tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah, homoseksual, hobi mengintip pakaian dalam wanita atau menunjukkan aurat di depan umum, kecenderungan wanita yang sering memuntahkan makanan yang dimakannya, cuci otak kaum teroris, kekerasan dalam rumah tangga dan masih banyak lagi. Ilmu kejiwaan mempelajari banyak fenomena sosial dan cara-cara penangannya baik dengan terapi obat-obatan maupun konseling.

Konsep penyebab gangguan jiwa yang popular adalah kombinasi bio-psiko-sosial.

Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel saraf di otak, dapat berupa kekurangan maupun kelebihan neurotransmitter atau substansi tertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan organik yang nyata padas struktur otak misalnya pada demensia. Jadi tidak benar bila dikatakan semua orang yang menderita gangguan jiwa berarti ada sesuatu yang rusak di otaknya.

Pada kebanyakan kasus malah faktor perkembangang psikologis dan sosial memegang peranan yang lebih krusial. Misalnya mereka yang gemar melakukan tindak criminal dan membunuh ternyata setelah diselidiki disebabkan karena masa perkembangan mereka sejak kecil sudah dihiasi kekerasan dalam rumah tangga yang ditunjukkan oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer.

Jadi ilmu jiwa justru merupak satu-satunya ilmu yang mengenali penyakit medis secara komplet, yaitu dari segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan psikologis atau kejiawaan seseorang. Oleh karena itu pengobatan ilmu kejiwaan juga bersifat menyeluruh, tidak sekedar obat minum saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku dan terapi kognitif/konsep berpikir.

Setiap individu hendaknya mengetahui konsep-konsep tentang gangguan jiwa dan pencegahannya. Mungkin saat ini cukup banyak masyarakat awam yang rajin membaca rubrik kesehatan baik lewat tabloid maupun internet, tapi sayangnya permasalahan gangguan jiwa kurang popular jika dibandingkan masalah osteoporosis, hipertensi, penyakit jantung, stroke, makanan sehat maupun kesehatan kulit.

Gangguan jiwa dapat mengenai siapa saja. Apalagi di tengah kehidupan yang semakin dipenuhi stressor seperti sekarang ini. Tahukah Anda bahwa profesi yang paling banyak melakukan bunuh diri di USA itu justru dokter spesialis kejiwaan?

Oleh karena itu mempelajari ilmu kejiwaan adalah penting dan lebih penting lagi untuk dapat mempraktekkan kiat-kiat untuk mendapatkan jiwa yang sehat.

Konsep yang perlu Anda pahami adalah ada 3 mekanisme pertahanan utama jiwa kita untuk menolak terjadinya gangguan jiwa di tengah terpaan badai kehidupan sebagaimanapun. Ketiga benteng jiwa yang sehat itu adalah personality yang tangguh, persepsi yang positif (positif thinking) dan kemampuan adaptasi.

Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran selama proses perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan dengan banyaknya asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan disekolah serta didapatkan dari banyaknya pengalaman langsung. Nilai-nilai hanya dapat berfungsi jika diterapkan langsung dalam keadaan nyata yaitu dengan banyak bergaul baik dengan lingkungan benar maupun salah. Apabila kita berani SAY YES di lingkungan yang benar dan SAY NO saat di lingkungan salah, lama kelamaan kepribadian kita akan tangguh. Mengurung anak dengan tujuan menghindarinya dari perkenalan dengan narkoba tidak menjamin bahwa kemudian ia tidak terjebak narkoba, yang benar adalah menanamkan nilai-nilai yang tangguh kepada si anak serta membiarkannya mengenal narkoba. Kepribadiannya yang tangguh itu sendiri yang akan membuatnya berani menolak narkoba seumur hidupnya.

Persepsi juga perlu sebagai benteng kejiwaan. Seseorang yang selalu memandang peristiwa yang menimpanya dengan positif dan memandang hari depannya dengan optimis maka ia memiliki jiwa yang sehat. Persepsi positif diperlukan terutama menghadapi kegagalan-demi kegagalan dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebih maupun menyalahi diri sendiri bahkan bunuh diri.

Dan yang tidak kalah penting adalah kemampuan adaptasi karena segala sesuatu dalam hidup ini potensial untuk berubah. Hari ini bisa hidup mapan, tapi hari esok siapa tahu. Hari ini bisa bertemu kelompok orang yang asyik, hari esok siapa yang dapat menjanjikan. Adaptasi akan membuat jiwa kita meliuk-liuk dalam kehidupan seperti air yang mengalir. Dengan demikian kita dapat selalu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Setiap menghadapi bencana maka kita dapat mengubah pemikiran dari “mengapa semua ini harus kualami” menjadi “ setelah semua ini menimpaku, aku harus melakukan apa?”. Dengan demikian kita akan dapat bangkit dan semakin maju setiap kali terjatuh. Lain padang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Artinya, jadilah seseorang yang flexible dengan keadaan yang ada.

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik, misalnya : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.

Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
1. pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.



PENGERTIAN KOMUNIKASI

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal. ( WIKIPEDIA )


Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.

Pada binatang, selain untuk seks, komunikasi juga dilakukan untuk menunjukkan keunggulan, biasanya dengan sikap menyerang. Munurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-reaksi fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi. Pada manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik otak manusia, dan hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi".

Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan.

Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.

Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio, televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri. Mencari teori komunikasi yang terbaik pun tidak akan berguna karena komunikasi adalah kegiatan yang lebih dari satu aktivitas. Masing-masing teori dipandang dari proses dan sudut pandang yang berbeda dimana secara terpisah mereka mengacu dari sudut pandang mereka sendiri.


KOMPONEN KOMUNIKASI

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:

  • Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
  • Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
  • Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
  • Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
  • Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
  • Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")
PROSES KOMUNIKASI

Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut.

  1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
  2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.
  3. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
  4. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.
TEKNOLOGI KOMUNIKAS

Dalam telekomunikasi, komunikasi radio dua-arah melewati Atlantik pertama terjadi pada 25 Juli 1920.

Dengan berkembangnya teknologi, protokol komunikasi juga turut berkembang, contohnya, Thomas Edison telah menemukan bahwa "halo" merupakan kata sambutan yang paling tidak berambiguasi melalui suara dari kejauhan; kata sambutan lain seperti hail dapat mudah hilang atau terganggu dalam transmisi

BATASAN KOMUNIKASI

Batasan dalam komunikasi termasuk:

  1. Bahasa
  2. Penundaan waktu
  3. Politik






Sumber:

1. Buku saku keperawatan jiwa edisi 5, gail w. Stuart, EGC, 2002

2. Panduan belajar : Keperawatan kesehatan jiwa n psikiatrik edisi 3, Ann Isaacs, RN,CS,MSN, EGC,,2001

3. Larry Gonick, Kartun (non) Komunikasi, guna dan salah guna informasi dalam dunia modern. Kepustakaan Populer Gramedia, Juli 2007. (diterjemahkan dari Guide to (non) Communication HarperClollins Publisher, Inc copyright 1993. ISBN 978-979-91-0075-7

4. Witzany, Guenther. "The Logos of the Bios 2. Bio-communication. Umweb, Helsinki (2007).


1 comment:

  1. ok selamat ya, blog anda belum dilengkapi photo anda dan komposisi besar gambar harus lebih proporsional, selamat ya @iyus yosep

    ReplyDelete